Jendela Kamarku, Hujan dan Dongeng Nyata Mama

Cuaca pegunungan yang begitu kental, dilengkapi dengan dinginnya udara desa, hingga hujan pun menjadi saksi indah antara kami.
Nama kecilku Ayu, ketika itu aku masih berumur 5 tahun. Ketika itu siang yang redup tertutup awan hitam yang membawa jutaan liter air yang diantar angin menuju desa tempat kami tinggal.
 Teman-teman sebayaku bermain riang dibawah rintikan air hujan, irama hujannya seolah membuat mereka menari. Ingin sekali aku seperti mereka, namun aku hanya bisa melihatnya melalui jendela rumah. “ma, ayu pengen seperti mereka, boleh ya ma ?”, bujukku kepada mama. Namun dengan lembut mama menolaknya dengan menawarkan berbagai judul dongeng untuk pengantar tidur siangku.
Aku kesal, tapi aku juga penasaran kenapa di dunia ini ada hujan ?. dengan polosnya aku bertanya kepada sang mama “ma…ma, kenapa ini disebut hujan ya ?”. Mama tersenyum dan mengajakku ke kamar tidur yang dilengkapi jendela yang melihat ke arah kolam ikan milik Pak Kades. Tetapi aku tidak langsung tertidur, melainkan terus menatapi hujan diluar sana. “Ma, Ayu pengen dong denger dongeng hujan”, rayuku kembali. Dengan terus menatapi hujan dan jendela yang agak menguap, mama menggambar awan, baju dan kolam di jendela kamar. “Hujan itu dari baju yu”, mama menjawab dengan senyum. “lho kok dari baju ma ? aneh ya ?”, jawabku yang bingung. “Iya kan Ayu punya baju terus Mama cuci dan jemur  yang  terkena sinar matahari, lalu air cucian, air sungai, air laut, air kolam kalu kena sinar matahari pasti akan menguap dan uapnya ditangkap sama awan, lalu awannya terbang terbawa angin, sampai deh ke sini lalu dating si musim hujan, si musim hujan ini memukul awan yang ada di atas dengan palunya, jadilah turun air hujan, air hujannya turun lagi membuat basah rumah, kebun, kolam ikan Pak Kades jadi penuh lagi, sebagian airnya ada yang disimpan sama pohon, untuk cadangan kalau sudah tidak turun hujan lagi. Tetapi air juga bias mengamuk nak, kalau Ayu membuang sampah sembarangan, nanti air yang harusnya mengalir ke laut malah tersumbat sampah yang kamu buang, kalau hujan turun lagi, airnya susah nyari jalan buat ke laut, jadi banjir, semuanya tenggelam.” Ungkapan mama yang panjang membuat aku mengerti dan membuat aku mengantuk hingga akhirnya aku tidur.
Beberapa tahun kemudian ada pelajaran IPA yang membahas siklus air dan aku teringat dongeng mama yang cukup nyata itu. Hingga ketika dilaksanakan ulangan harian, aku mendapat nilai tertinggi.
Terima kasih mama. Guru terbaikku yang selalu memberi dongeng- dongeng nyata.
Semoga di  kemudian hari aku bisa menjadi ibu yang luar biasa sepertimu.

Mama, you are my everything for me ^_^.
Diberdayakan oleh Blogger.